Penanganan Stunting Harus Terukur: Desa Kramat Bahas Data, Program, dan Sinergi Lintas Sektor
Kramat, Kudus – Pemerintah Desa Kramat bersama lintas sektor menggelar kegiatan Rembug Stunting pada Kamis (02/10) bertempat di Sekretariat Karang Taruna Kabupaten Kudus. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi, merumuskan kebijakan, serta mengevaluasi pelaksanaan program pencegahan dan penanganan stunting di tingkat desa. Hadir dalam kegiatan tersebut Camat Kota Kudus, Bapak Andreas Wahyu Adi S, beserta Kasi Kesra Kecamatan Kota Kudus, Pendamping Desa, Pendamping Lapangan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Pengurus TP PKK, Kader Posyandu, serta Kader Pembangunan Masyarakat.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Kramat, Bapak Budi Himawan menyampaikan bahwa sebelum kegiatan ini, pihaknya telah melakukan koordinasi bersama kader posyandu untuk membahas upaya penanganan stunting beberapa waktu lalu. Namun, ia menegaskan pentingnya transparansi data sebagai dasar kebijakan.
"Saya pribadi melihat rembug stunting hari ini seakan hanya menjadi kegiatan normatif yang rutin dijalankan, karena sampai saat ini saya belum menerima data stunting untuk Desa Kramat. Padahal kegiatan ini selain untuk merumuskan program juga sebagai evaluasi. Kita seharusnya tahu bagaimana kondisi stunting di desa, dan apa hasil dari program yang telah dijalankan. Anggaran intervensi stunting itu tidak kecil, mulai dari posyandu, PAUD, dan lainnya. Kalau hanya membuat anggaran tanpa hasil, tentu percuma," tegasnya.
Sementara itu, Camat Kota Kudus, Bapak Andreas Wahyu Adi S, menekankan pentingnya peran kader dalam upaya penurunan stunting. Menurut beliau, kader adalah pejuang kesehatan anak-anak.
“Kader merupakan pahlawan bagi masyarakat. Meski bukan memperjuangkan kemerdekaan, tetapi mereka memperjuangkan kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak. Ke depan, konsep rembug stunting perlu diawali dengan paparan data gizi buruk, gizi kurang, serta data stunting dari bidan desa atau kader pembangunan manusia. Secara normatif, rembug stunting dilaksanakan di bulan Januari–Februari, kemudian berlanjut ke tingkat kecamatan pada bulan Maret. Hasilnya dibawa dalam RKP Desa dan Musrenbangdes,” jelasnya.
Camat Kota Kudus juga menyampaikan bahwa berdasarkan data Agustus 2025, mayoritas kasus stunting di Kecamatan Kota Kudus saat ini terjadi pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, fokus penanganan diarahkan pada ibu hamil, calon pengantin, dan remaja. Selain faktor pola makan dan pola asuh, aspek sanitasi dan kualitas air juga perlu mendapat perhatian.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Kepala Puskesmas Wergu Wetan yang menekankan dasar hukum penanganan stunting serta tujuh sasaran prioritas, yakni: remaja putri, calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0–59 bulan. Ia juga memaparkan intervensi spesifik dan sensitif yang bisa dilakukan, serta menyebutkan adanya Rumah Gizi di Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati, sebagai salah satu alternatif rujukan. Di rumah gizi tersebut, masyarakat bisa mendapatkan layanan dokter spesialis anak hingga psikolog untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan gizi.
Dalam sesi diskusi, mengemuka persoalan ketidaksinkronan data antara pemerintah desa dengan aplikasi data Dinas Kesehatan. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah data yang ditampilkan hanya sebatas sajian formal atau memang akan dijadikan acuan serius dalam perumusan kebijakan.
Melalui rembug ini, diharapkan muncul kesepahaman bersama bahwa penanganan stunting bukan hanya soal anggaran dan kegiatan normatif, melainkan upaya nyata yang terukur dengan berbasis data, sehingga hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.